Radio Semut

Selasa, 05 April 2011

Si Bulbul & Air Seni

Saya tiba di tempat pertunjukan kira-kira 10 menit sebelum pertunjukan dimulai, awalnya saya kira terlambat karena informasi yang saya baca di salah satu surat kabar lokal menyebutkan waktu pertunjukan dimulai pukul 19.30 di Lembaga Indonesia Perancis, (L.I.P.) Jogjakarta tapi syukurlah ternyata pertunjukan belum dimulai. Setelah saya menemukan tempat untuk menikmati pertunjukan, tidak lama akhirnya mulai bermunculan para musisi Eropa yang berjumlah 8 orang termasuk seorang conductor, dengan diiringi tepukan penonton seperti pada umumnya sebuah pertunjukan mereka masuk dan mengambil posisi tempat mereka bertugas. Kemudian komposisi pertama yang dimainkan adalah milik Slamet Abdul Sjukur seorang komponis Indonesia yang diperuntukan bagi musik kamar atau chamber music berjudul KUTANG, alunan dan rangkaian nada-nada yang dimainkan membuat saya menerka "kok kayak musik-musik di film kartun ya???" tapi saya tidak mau terbebani dengan memaksa otak kiri saya untuk memahami maksud dari komposisi musik tersebut lebih baik saya menikmati keterampilan para musisi dalam memainkan instrumen masing-masing, paduan teknik-teknik permainan trumpet dan violin dari musisi belanda sangat mengagumkan teknik-teknik staccato juga intepretasi dari musisi terhadap komposisi membuat musik itu bisa saya nikmati, akor-akor yang dimainkan secara keseluruhan menciptakan imajinasi sendiri terhadap komposisi musik kontemporer tersebut dan dalam hati saya bertanya "sejauh apa perjalanan seorang komponis untuk bisa menciptakan komposisi musik kontemporer dan akan seperti apa musik di abad 21 ini..??" saya tidak mau terlalu jauh memikirkan hal tersebut karena tujuan saya datang adalah untuk menikmati pertunjukan malam itu.
Setelah KUTANG ciptaan Slamet Abdul Sjukur selesai dimainkan kemudian masuk ke arena pertunjukan seorang sastrawan yang bertugas sebagai narator yaitu Sitok Srengenge, tak lama setelah memberikan kata pengantar tentang program pertunjukan malam tersebut ia mulai membacakan sebuah cerita petualangan yang berjudul "Petualangan-Petualangan Ajaib Baron Von Munchhausen" perjalanan cerita tokoh yang di ceritakan diiringi musik chamber dan dengan bantuan slide yang berfungsi sebagai visualisasi cerita tersebut, kemahiran narator menceritakan isi naskah yang di bacakan sangat tidak diragukan melebur dengan iringan musik kontemporer karya Roderik de Man, suasana cerita sangat terwakili oleh bunyi-bunyi dari 7 instrumen yang membawa penonton untuk berimajinasi dengan bantuan slide gambar isi cerita tetapi tidak semua isi cerita di iringi dengan bunyi instrumen musik, cerita ketika tokoh sedang makan malam para musisi membunyikn mulut mereka menggambarkan suasana makan malam di meja makan dan itu berhasil membuat penonton tertawa. Saya benar-benar menikmati cerita pertama yang di bawakan malam itu, sebuah komposisi musik untuk musik kamar atau chamber dan narator untuk cerita pertama yang di sajikan malam itu berakhir dan tampaknya untuk sementara semua penonton termasuk saya sangat puas karena setelah cerita pertama selesai di mainkan ada interval yang di gunakan sebagai waktu untuk beristirahat.
Para penonton menggunakan waktu istirahat tersebut untuk sekedar meluruskan kaki termasuk saya yang selama pertunjukan pertama menahan desakan urine yang ingin segera tercurah di kamar mandi akan tetapi ketika saya ingin ke kamar mandi untuk buang air seni saya melihat di depan pintu masuk aula pertunjukan LIP ternyata banyak sekali kerumunan penonton yang baru datang, karena melihat kerumunan yang begitu bayak membuat saya berpikir dua kali daripada tidak dapat tempat strategis untuk menikmati pertunjukan berikutnya akhirnya saya memutuskan menahan lagi desakan urine yang ingin keluar.
Akhirnya waktu istirahat untuk semua selesai dan saya kembali memposisikan diri untuk menikmati pertunjukan berikutnya, masih sama dengan konsep cerita pertama komposisi musik untuk musik chamber music dan narator kali ini ceritanya berjudul "The Nightingale" yang di angkat dari salah satu cerita karya Hans Christian Andersen. Pertunjukan kedua menggunakan media wayang sebagai ilustrasi visual dari cerita yang di bacakan oleh narator dan yang bertugas sebagai dalang adalah Slamet Gundono yang bertubuh gendut dan berlogat ngapak, kemahiran dalang lulusan STSI Surakarta ini juga tidak di ragukan lagi Slamet Gundono terkenal sebagai dalang inovatif fokusnya adalah bentuk wayang eksperimental dan kontemporer juga mengembangkan bentuk-bentuk pendekatan pertunjukan wayang. Iringan musik yang menyatu dengan cerita yang di bacakan oleh narator juga permainan wayang oleh sang dalang tak kalah hebat dengan pertunjukan cerita yang pertama, penekanan pada instrumen Clarinet dan Violin sangat terasa menonjol dan penting. Komposisi musik dari Theo Loevendie sangat memberikan gambaran tentang suasana dari isi cerita, dominannya clarinet dan violin memberikan kesan ketika cerita burung bulbul bernyanyi untuk kaisar sangat terasa tidak lupa kemahiran narator juga dalang yang menyatu saling mendukung dalam komposisi tersebut benar-benar paduan para seniman yang hebat. Saya menikmati tiap-tiap nada yang dimainkan oleh para musisi dan masih menyelami peran dari tiap-tiap instrumen, melodi-melodi yang dihasilkan oleh violin yang terkadang menggunakan teknik double-stop sangat membantu berimajinasi tentang suasana tiap bagian cerita juga melodi dari clarinet yang menurut saya memberikan peran penting dalam menggambarkan burung bulbul dari cerita tersebut.
Sekitar 45 menit cerita The Nightingale berjalan akhirnya pertunjukan malam itu selesai semua penonton tampak puas termasuk saya dan tentunya banyak pelajaran yang saya petik pada pertunjukan malam itu dari teknik penyajian komposisi musik kontemporer sampai berinteraksi kepada para penonton dengan menggunakan bahasa instrumen juga bahasa verbal dan satu hal yang tetap saya ingin nikmati adalah pertunjukan-pertunjukan yang berkualitas baik di pagelaran-pagelaran berikutnya, saya senang dan segera pulang untuk menceritakan pertunjukan yang saya tonton malam itu pada pacar saya lewat ponsel...dan sebelumnya saya tidak lupa mencurahkan air seni yang saya tahan selama pertunjukan berlangsung di kamar mandi kontrakan saya. (rest)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Facebook Favorites More